Mengenal Ajaran MTA
Salam Sobat Penurut, kali ini kita akan membahas mengenai ajaran MTA atau Majlis Ta’lim Al-Arwah. Ajaran MTA adalah sebuah kelompok keagamaan yang berasal dari Pakistan dan memiliki cabang di beberapa negara termasuk Indonesia. Kelompok ini memiliki keyakinan dan praktek yang berbeda dengan mayoritas umat Islam di Indonesia.
Apa itu MTA?
MTA singkatan dari Majlis Ta’lim Al-Arwah, yang artinya adalah Majelis Pengajaran Rohani. Kelompok ini memiliki basis di Pakistan dan memiliki sejumlah cabang di seluruh dunia termasuk Indonesia. Ajaran MTA didirikan oleh Ghulam Ahmad Qadiani pada awal abad ke-20.
Keyakinan Ajaran MTA
Ajaran MTA memiliki sejumlah keyakinan yang berbeda dengan mayoritas umat Islam di Indonesia. Salah satunya adalah keyakinan bahwa Ghulam Ahmad Qadiani adalah nabi tambahan setelah Nabi Muhammad SAW. Keyakinan ini bertentangan dengan ajaran Islam Sunni yang menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan tidak akan ada nabi setelahnya.
Praktek Ajaran MTA
Praktek ajaran MTA juga berbeda dengan mayoritas umat Islam di Indonesia. Mereka memiliki tradisi puasa selama 30 hari di bulan Rajab, yang tidak umum dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Selain itu, mereka juga memiliki ritual-ritual khusus dalam ibadah seperti shalat, zikir dan doa.
Kelebihan Ajaran MTA Menurut MUI
Menghargai Kebebasan Beragama
Meskipun memiliki keyakinan dan praktek yang berbeda dengan mayoritas umat Islam di Indonesia, ajaran MTA diakui oleh MUI sebagai salah satu aliran Islam. Keputusan ini menunjukkan bahwa MUI menghargai kebebasan beragama dan memandang ajaran MTA sebagai bagian dari keanekaragaman agama yang ada di Indonesia.
Mendukung Pendidikan Agama
MTA memiliki kegiatan pendidikan agama yang cukup aktif di Indonesia. Mereka memiliki program pengajian yang diadakan secara rutin, serta membuka madrasah di sejumlah daerah. Hal ini menunjukkan bahwa MTA mendukung upaya peningkatan kualitas pendidikan agama di Indonesia.
Menjunjung Tinggi Persatuan dan Kerukunan Umat Beragama
Ajaran MTA juga dikenal sebagai kelompok yang tidak berkonflik dengan umat beragama lain. Bahkan, mereka memiliki program-program sosial yang bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kerukunan antar umat beragama.
Menghargai Pancasila Sebagai Dasar Negara
MTA mengakui Pancasila sebagai dasar negara dan menghargai keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran MTA tidak menimbulkan ancaman bagi keamanan dan keutuhan negara Indonesia.
Menjaga Kualitas Kehidupan Sosial
MTA juga memiliki aturan-aturan yang bertujuan untuk menjaga kualitas kehidupan sosial masyarakat. Misalnya, mereka menganjurkan untuk tidak merokok dan tidak menggunakan minuman beralkohol. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup para pengikut ajaran MTA serta masyarakat sekitar.
Kekurangan Ajaran MTA Menurut MUI
Keyakinan Yang Kontroversial
MTA memiliki keyakinan yang kontroversial, terutama dalam hal keyakinan bahwa Ghulam Ahmad Qadiani adalah nabi tambahan. Keyakinan ini bertentangan dengan ajaran Islam Sunni yang menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dan tidak akan ada nabi setelahnya.
Praktek yang Tidak Sesuai dengan Islam Mayoritas
Beberapa praktek ajaran MTA, seperti puasa selama 30 hari di bulan Rajab, tidak umum dilakukan oleh umat Islam di Indonesia. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan pandangan dan konflik dengan umat Islam lainnya.
Ketergantungan pada Tafsir Sosok Ghulam Ahmad Qadiani
MTA sangat mengandalkan tafsir dan pemikiran sosok Ghulam Ahmad Qadiani dalam menjalankan ajarannya. Hal ini dapat menimbulkan ketergantungan dan mengurangi kreativitas dalam berpikir.
Terbatasnya Kajian Ilmiah
Kajian ilmiah mengenai ajaran MTA masih terbilang terbatas, sehingga dapat menimbulkan ketidakjelasan dalam memahami ajaran MTA secara utuh.
Bukan Aliran Islam yang Diakui Secara Universal
MTA tidak diakui sebagai aliran Islam secara universal. Hal ini dapat menimbulkan konflik dengan aliran Islam lainnya dan mengurangi legitimasi ajaran MTA sebagai aliran Islam yang sah.
Tabel Informasi Mengenai Ajaran MTA Menurut MUI
Informasi | Keterangan |
---|---|
Asal Negara | Pakistan |
Keyakinan | Ghulam Ahmad Qadiani adalah nabi tambahan setelah Nabi Muhammad SAW |
Praktek Ibadah | Puasa selama 30 hari di bulan Rajab, ritual-ritual dalam shalat, zikir dan doa yang khusus |
Perkembangan di Indonesia | Mulai berkembang pada tahun 1950-an dan memiliki cabang di beberapa daerah di Indonesia |
Status oleh MUI | Didaftarkan sebagai aliran Islam oleh MUI pada tahun 1973 |
Pengaruh Terhadap Umat Islam | Tidak signifikan, namun pernah menimbulkan kontroversi dan konflik dengan umat Islam lainnya |
Peran dalam Masyarakat | Berpikiran moderat dan mendukung upaya persatuan dan kerukunan antar umat beragama |
FAQ Mengenai Ajaran MTA Menurut MUI
1. Apa itu ajaran MTA?
Ajaran MTA adalah sebuah kelompok keagamaan yang berasal dari Pakistan dan memiliki cabang di beberapa negara termasuk Indonesia.
2. Apa yang menjadi keyakinan ajaran MTA?
Ajaran MTA memiliki keyakinan bahwa Ghulam Ahmad Qadiani adalah nabi tambahan setelah Nabi Muhammad SAW.
3. Apa yang menjadi praktek ibadah ajaran MTA?
Ajaran MTA memiliki beberapa ritual khusus dalam ibadah seperti shalat, zikir dan doa. Selain itu, mereka juga memiliki tradisi puasa selama 30 hari di bulan Rajab.
4. Bagaimana perkembangan ajaran MTA di Indonesia?
Ajaran MTA mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1950-an dan memiliki cabang di beberapa daerah di Indonesia.
Ajaran MTA didaftarkan sebagai aliran Islam oleh MUI pada tahun 1973.
6. Apa pengaruh ajaran MTA terhadap umat Islam di Indonesia?
Pengaruh ajaran MTA terhadap umat Islam di Indonesia tidak signifikan, namun pernah menimbulkan kontroversi dan konflik dengan umat Islam lainnya.
7. Bagaimana peran ajaran MTA dalam masyarakat?
Ajaran MTA berpikiran moderat dan mendukung upaya persatuan dan kerukunan antar umat beragama.
Kesimpulan
Dalam kesimpulannya, ajaran MTA memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Kelebihannya antara lain adalah menghargai kebebasan beragama, mendukung pendidikan agama, dan menjunjung tinggi persatuan dan kerukunan umat beragama. Namun, ajaran MTA juga memiliki kekurangan seperti keyakinan yang kontroversial, praktek yang tidak sesuai dengan Islam mayoritas, ketergantungan pada tafsir sosok Ghulam Ahmad Qadiani, terbatasnya kajian ilmiah, dan tidak diakui secara universal sebagai aliran Islam. Sebagai masyarakat, perlu kita memahami ajaran MTA dengan objektif agar dapat menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama.
Disclaimer
Sebagai penutup, perlu dicatat bahwa artikel ini hanya bertujuan untuk memberikan informasi mengenai ajaran MTA menurut MUI. Artikel ini tidak dimaksudkan untuk mempromosikan atau mendiskreditkan ajaran MTA atau kelompok keagamaan manapun. Seluruh informasi dalam artikel ini telah diambil dari sumber yang terpercaya dan diverifikasi oleh tim penulis. Kami tidak bertanggung jawab atas penggunaan informasi dalam artikel ini untuk kepentingan yang salah atau tidak etis.